Emil Ermindra, yang sedang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, mengatakan bahwa ia akan merasa senang jika Tetian Wahyudi, Dirut CV Salsabila Utama yang sedang buron, dapat ditangkap. Ia menambahkan, keterangan Tetian akan semakin mencerahkan kasus yang sedang dihadapinya.
Emil, saat dihadirkan sebagai saksi untuk mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, membantah adanya perlakuan spesial dari PT Timah ke CV Salsabila Utama, yang merupakan perusahaan program kerja sama mitra, tambahnya.
"Apakah CV Salsabila mendapat perlakuan khusus?" ujar Rianto Adam Pontoh, ketua majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada hari Kamis.
"Tidak ada Yang Mulia di sini. Proses pembayaran hanya dapat dilakukan jika semua syarat telah terpenuhi, Yang Mulia. Jika syarat menurut SOP tidak terpenuhi, maka pembayaran tidak akan dilakukan," kata Emil, yang pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Timah Tbk dari tahun 2016 hingga 2020.
Hakim mengungkapkan bahwa total pembayaran dari PT Timah ke CV Salsabila Utama sudah mendekati angka Rp 1 triliun berdasarkan surat dakwaan yang dikeluarkan jaksa. Emil, dalam responnya, mengatakan ia lebih memilih jika Tetian ditangkap.
"Jika saya melihat surat dakwaan penuntut umum, pembayaran kepada Salsabila hampir mencapai Rp 1 triliun, dengan nilai sesuai dakwaan sebesar Rp 186 miliar lebih," ujar hakim. "Namun, keberadaan Saudara Tetian Wahyudi hingga saat ini masih belum diketahui. Jadi, kita tidak bisa menangkapnya untuk mengetahui kebenarannya."
"Tentunya saya akan merasa lebih bahagia kalau bisa tertangkap," kata Emil dengan yakin.
Menurut Emil, keterangan yang diberikan oleh Tetian sangat penting untuk kasus ini, sebab akan menjelaskan secara jelas bagaimana hubungan Tetian dengan PT Timah.
"Jujur saja, saya lebih suka kalau bisa tertangkap," tambah Emil setelah berpikir sejenak.
"Jadi, Anda lebih senang saat ditangkap?" itulah yang ditanyakan oleh hakim.
"Ya, jadi sudah bisa saya mengerti," jawab Emil dengan tenang.
Menurut Emil, ia baru saja mengetahui bahwa Tetian telah menggunakan alamat kantin PT Timah sebagai alamat kantor CV Salsabila Utama, tambahnya, pengetahuan ini baru ia peroleh saat persidangan.
"Saya tidak mengetahui bahwa Salsabila telah menggunakan alamat tersebut sampai saat ini, Yang Mulia," tambahnya Emil.
"Apakah alamat Salsabila yang terletak di salah satu aset PT Timah diketahui oleh Dirut, tanya hakim?".
"Sangat tidak mungkin Dirut mengetahui, Yang Mulia, karena itu merupakan tugas dari Dirkeu. Dirut tidak melakukan penelitian sampai alamat, yang melakukan penelitian adalah tim yang merekrut, Yang Mulia, yang bertanggung jawab atas seleksi mitra," tambah Emil.
Kasus korupsi timah menjadi isu yang hangat, lanjutkan membaca di halaman selanjutnya untuk mendapatkan informasi detail tentang buronan kasus ini.
Dalam persidangan kasus pengelolaan timah yang digelar di PN Tipikor Jakarta pada Rabu, terungkap bahwa Tetian Wahyudi memiliki status DPO. Ia terlibat dalam kasus tersebut bersama dengan Suwito Gunawan alias Awi, beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa Robert Indarto sejak akhir tahun 2019 dan Rosalina yang telah menjabat sebagai General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak awal tahun 2017 hingga akhir tahun 2020.
Achmad Haspani, General Manager Operasi Produksi Investasi Mineral PT Timah, dihadirkan oleh Jaksa sebagai saksi dalam sidang tersebut. Dalam awal sidang, hakim bertanya kepada Tetian mengenai alasan Tetian berani menghujat Haspani, meski bukan merupakan bagian dari PT Timah.
"Menurut penjelasan Haspani, Tetian berada dalam lingkaran dekat dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan Emil Ermindra, yang menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020," tambahnya.
"Apa yang menyebabkan orang yang biasanya bersikap sopan itu sampai marah-marah kepada saudara?" katanya, hakim dengan ekspresi penasaran.
"Dalam BAP, Yang Mulia, dicatat bahwa Tetian Wahyudi memiliki hubungan erat dengan direksi, antara lain Direktur Keuangan Pak Emil Ermindra, Pak Alwin Akbar dan Pak Dirut," tutur Haspani. "Suatu ketika, selama pengiriman bijih, Pak Emil menelepon untuk menanyakan kenapa prosesnya terlambat dan dia mengakui bahwa dia adalah Direktur. Sebagaimana tertera di BAP, tidak lama kemudian, Tetian Wahyudi dan seorang intel bernama Bapak Ismu mendatangi saya. Saya sendiri tidak tahu jabatan Bapak Ismu dan dia tidak mengenakan seragam saat itu. Mereka datang ke rumah saya di Komplek Bukit Baru pada malam hari."
"Pertanyaan saya sejauh ini adalah apa kapasitas yang dia miliki?" katanya, ekspresi hakim penuh dengan rasa penasaran.
"Dia merasa memiliki ikatan yang kuat dengan direksi, itulah penjelasannya," ujar Haspani.
Haspani menceritakan bahwa ia pernah didatangi oleh Tetian dan seorang pria bernama Ismu yang ia sebut sebagai intel. Menurutnya, Ismu adalah anggota Polres yang bertugas di Pangkal Pinang.
"Anda ini Ismu? Seorang anggota Polres?" ujar hakim dengan nada penasaran.
"Pangkal Pinang adalah tempat saya bertugas sebagai anggota Polres," kata Haspani.
Haspani mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan kerjasama antara CV Salsabila Utama dengan lima smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah. Ujarnya, sebenarnya CV Salsabila Utama adalah mitra PT Timah berdasarkan surat perintah kerja jasa borongan pengangkutan.
"Apakah CV Salsabila Utama ini adalah sebuah perusahaan smelter juga?" ujar hakim dengan ekspresi bertanya.
"Dalam SPK jasa borongan pengangkutan, CV Salsabila Utama berperan sebagai mitra PT Timah," kata Haspani.
"Dia tidak menginduk ke perusahaan mana?" ujar hakim dengan nada penasaran.
"Tidak, dia sendiri," katanya, Haspani, dengan nada pasti ketika ditanya tentang keberadaan orang lain.
"Jadi, orang yang kita bicarakan sekarang ini adalah Tetian Wahyudi?" katanya kepada hakim dengan ekspresi penasaran.
"Memang benar, Yang Mulia," kata Haspani dengan nada yang sopan.
Hakim menanyakan kepada jaksa mengenai situasi terbaru Tetian. Jaksa menyatakan bahwa Tetian sekarang telah ditetapkan menjadi DPO karena tidak berada di rumah saat dilakukan pemeriksaan, tambahnya.
Hakim bertanya, "Ini Tetian Wahyudi bukan? Jaksa yang sedang menjalankan proses penyidikan namun belum ada yang jadi tersangka?"
"Izin Yang Mulia, mengenai kasus yang melibatkan Tetian Wahyudi, prosesnya masih dalam tahap berjalan. Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan dari penyidik, tampaknya yang bersangkutan telah meninggalkan lokasi dan kini telah ditetapkan sebagai DPO," tambahnya jaksa.
"Yang mana yang dicari? Apa yang Anda cari?" tambahnya, hakim, mencoba mendapatkan penjelasan yang lebih detail dari pertanyaan tersebut.
"Dalam pencarian Yang Mulia," tambahnya, "saya telah menemui berbagai tantangan sebagai jaksa."
Dengan nada serius, hakim bertanya, "Sudahkah BAP disiapkan?"
"Rumahnya udah ditinggalkan sebelum sempat diperiksa oleh penyidik, Yang Mulia, karena dia mempunyai dua tempat tinggal," jawabnya ketika ditanya oleh jaksa.
"Yang Mulia, menurut informasi dari pemerintah setempat, mereka sudah tidak lagi tinggal di wilayah tersebut," kata jaksa.
"Saya belum sempat memeriksa. Apakah Dirreskrimsus itu telah sempat di BAP?" ujar hakim kepada para pengacara.
Dengan suara yang mantap, Haspani menjawab, "Belum sempat di BAP, Yang Mulia."
Rabu lalu, di PN Tipikor Jakarta, sidang kasus pengelolaan timah mengungkap status DPO Tetian Wahyudi. Suwito Gunawan alias Awi, beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa, Robert Indarto, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak Desember akhir tahun lalu, dan Rosalina, General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari tahun tujuh belas hingga dua puluh juga terlibat dalam kasus tersebut.
Dalam sidang tersebut, Jaksa memperkenalkan Achmad Haspani, General Manager Operasi Produksi Investasi Mineral PT Timah, sebagai saksi. Hakim lantas bertanya kepada Tetian mengapa ia berani memarahi Haspani padahal ia bukan bagian dari PT Timah.
Haspani memberikan penjelasan mengenai kedekatan Tetian dengan direksi PT Timah. Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, Emil Ermindra, adalah dua orang yang disebutkan olehnya.
"Hakim mempertanyakan, 'Apa yang terjadi? Mengapa orang yang sangat istimewa ini memarahi saudara dengan keras?'," tambahnya.
Haspani menjawab dalam BAP, "Yang Mulia, perkenankan saya menjelaskan bahwa Tetian Wahyudi memiliki hubungan yang dekat dengan direksi kami, termasuk Direktur Keuangan Pak Emil Ermindra, Pak Alwin Akbar dan Pak Dirut. Pada suatu waktu, mereka memasukkan bijih dan Pak Emil menelepon saya untuk bertanya mengapa prosesnya terlambat. Dia mengatakan bahwa dia adalah Direktur. Setelah itu, Tetian Wahyudi dan intel bernama Bapak Ismu datang mengunjungi saya. Bapak Ismu datang tanpa mengenakan seragam dan saya tidak tahu apa jabatannya. Kunjungan itu terjadi di rumah saya di Komplek Bukit Baru pada malam hari."
"Saya ingin tahu, apa sejatinya kapasitas yang dia punya?" ujar hakim dengan penuh penasaran.
"Haspani menjelaskan bahwa dia merasa dekat dengan direksi, itulah jawabannya."
Dalam pernyataannya, Haspani mengungkapkan bahwa Tetian dan seorang bernama Ismu, yang ia sebut sebagai intel, pernah mendatanginya, dan dia menyebutkan bahwa Ismu merupakan bagian dari Polres Pangkal Pinang.
"Anda ini anggota Polres?" ujar hakim sambil menunjuk nama yang tertera, "Nama Anda apa?"
"Saya bertugas di Pangkal Pinang sebagai anggota Polres," katanya, Haspani dengan penuh semangat.
Haspani mengungkapkan bahwa tidak ada keterkaitan antara CV Salsabila Utama dan lima smelter swasta yang menjadi mitra PT Timah. Dia menegaskan bahwa CV Salsabila Utama merupakan mitra PT Timah berdasarkan surat perintah kerja (SPK) untuk layanan pengangkutan borongan.
"Dalam kasus ini, apa peran CV Salsabila Utama? Apakah mereka juga berfungsi sebagai smelter?" katanya sambil bertanya kepada hakim.
"CV Salsabila Utama, sebagai mitra PT Timah, bertanggung jawab atas SPK jasa borongan pengangkutan," papar Haspani.
"Dia tidak pernah bekerja di PT mana pun, bukan?" tambahnya, mencoba mencari klarifikasi.
Haspani menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan singkat, "Tidak, dia sendiri."
Hakim bertanya dengan tegas, "Anda sedang membicarakan tentang Tetian Wahyudi, bukan?"
Haspani dengan tegas menjawab, "Betul, Yang Mulia."
Menanggapi pertanyaan hakim tentang Tetian, jaksa menjelaskan bahwa Tetian telah menjadi DPO karena tidak ada di rumah saat pemeriksaan direncanakan.
Hakim bertanya, "Jaksa bernama Tetian Wahyudi ini, apakah dia belum menjadi tersangka dalam proses penyidikan yang sedang berlangsung?"
"Dengan hormat Yang Mulia, berkenaan dengan orang yang dikenal sebagai Tetian Wahyudi, proses hukumnya masih sedang berlangsung. Menurut informasi yang kami peroleh dari penyidik, ternyata dia tidak ada di tempat dan telah ditetapkan sebagai DPO, Yang Mulia," papar jaksa dengan gaya penulisan yang mudah dipahami.
Hakim menunjukkan rasa penasarannya, '"Dicari? Pencarian?," katanya, mengharapkan penjelasan yang lebih jelas dari jaksa penuntut umum.
Jaksa itu menjawab, "Dalam pencarian Yang Mulia," dengan penuh keyakinan.
"BAP sudah disiapkan?" ujar hakim dengan suara yang terdengar jelas.
"Katanya, sebelum penyidik sempat datang untuk memeriksa, rumahnya sudah ditinggalkan. Yang Mulia, dia punya dua tempat tinggal," tambah jaksa.
"Mengacu pada data dari pemerintah setempat, Yang Mulia, mereka sekarang sudah tidak lagi berada di tempat itu," kata jaksa dalam penuturannya.
"Belum sempat diperiksa, benar?" ujar hakim, "Tetapi apakah Dirreskrimsus sudah sempat dicatat di BAP?"
"Yang Mulia, kami belum sempat melakukan BAP," ungkap Haspani dengan wajah yang tegang.