Dianta Bangun, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas, dihadirkan oleh jaksa sebagai saksi dalam kasus korupsi truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle. Hakim memberikan pertanyaan terkait pembayaran kegiatan main golf yang dilakukan pegawai Basarnas kepada Dianta.
Sidang kali ini menyeret beberapa nama besar, diantaranya Max Ruland Boseke, mantan Sestama Basarnas, Anjar Sulistiyono, mantan Kasubdit Pengawakan & Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR dan pejabat pembuat komitmen Basarnas tahun anggaran 2014, dan juga William Widarta sebagai Direktur CV Delima Mandiri dan penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima.
Direktur Sarpras Basarnas, Rudy Hendro, pernah bermain golf di Sentul Highlands dengan ditemani oleh Dian, demikian pengakuannya. Menurut Dian, pada saat itu juga turut serta staf Sarpras dan beberapa pihak swasta, salah satunya adalah Riki Hansyah Yudi Muharam, seorang staf marketing dari CV Delima Mandiri.
Hakim anggota, Alfis Setyawan, bertanya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, "Apakah Saudara mengingat pernah bermain golf bersama Rudy Hendro dan Riki Hansyah di Sentul Highlands empat tahun lalu?"
"Mohon maaf Yang Mulia, ada staf dari Sarpras yang ingin bertemu," kata Dian di tengah keramaian.
Hakim bertanya dengan nada serius, "Selain Rudy Hendro dan orang yang Saudara sebut tadi, apakah ada yang lain?"
"Saya berbicara dengan Rudy Hendro, Pak Riki, dan staf Sarpras," ujarnya, Dian.
Menurut Dian, ia tidak sering bermain golf, namun ia telah melakukannya lebih dari sekali dan lokasinya selalu di Sentul Highlands Golf Club.
Dian menjelaskan bahwa tidak ada alokasi dana di Basarnas untuk kegiatan bermain golf tersebut, setelah hakim mencoba mencari tahu sumber dana pembayaran untuk kegiatan tersebut.
Dian menegaskan, "Kami sama sekali tidak terlibat, dan bahkan tidak pernah menyaksikan proses pembayaran Yang Mulia."
Hakim bertanya dengan ekspresi serius, "Di kantor Saudara, apakah ada anggaran untuk bermain golf seperti yang ada di Basarnas ini?"
Dian, dengan wajah penuh kebingungan, menjawab, "Tidak ada yang siap."
Ujarnya, Dian hanya membawa stik golf dan membayar tipcaddygolf, dengan tidak menyertakan biaya lapangan dan biaya lainnya dalam pengeluarannya.
Dian membenarkan bahwa dia tidak mengetahui apakah Rudy telah mengeluarkan duit untuk bermain golf, dan dia menduga bahwa Riki mungkin bertanggung jawab atas pembayaran tersebut.
Hakim bertanya, "Menurut saksi, siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas biaya ini?"
"Sejujurnya, saya tidak pernah melihat dia membayar. Mungkin Pak Riki bisa menjelaskan lebih lanjut soal dugaan tersebut, Yang Mulia," katanya, Dian.
Kabar terbaru menyatakan bahwa Basarnas berada dalam sorotan atas dugaan korupsi skala besar yang kini sedang diproses.
Dia mengutarakan bahwa dia tidak pernah melihat langsung proses pembayaran untuk main golf tersebut, dan katanya, dia berasumsi bahwa pembayaran tersebut ditangani oleh Riki.
Hakim dengan tegas mengulangi pertanyaannya, "Saya ingin Anda memahami ini dengan jelas. Main golf ini bukan hanya sekali, tapi beberapa kali, bukan? Anda selalu ada di sana setiap kali. Anda tidak pernah mengeluarkan biaya saat bermain golf bersama Rudy Hendro, kecuali membayar tips untuk caddy. Jadi, siapa yang membayar semua biaya ini? Tentu saja, tidak ada yang gratis di dunia ini."
"Siap. Saya pikir kemungkinan itu berasal dari Pak Riki," ujar Dian dengan yakin.
Sebelumnya, tiga individu, Max Ruland Boseke, Anjar Sulistiyono, dan William Widarta, didakwa telah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas pada 2014 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 20,4 miliar.
Jaksa KPK Richard Marpaung, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, menyatakan, "Ada beberapa tindakan yang telah dilakukan atau disertai, yang harus dianggap sebagai tindakan independen dan karenanya merupakan serangkaian kejahatan yang melanggar hukum," ujarnya.
Menurut jaksa, Max Ruland dan William meraup keuntungan sebesar Rp 2,5 miliar dan Rp 17,9 miliar dari perbuatan tersebut yang dilakukan sejak Maret 2013 hingga 2014.
"William Widarta dan Terdakwa Max Ruland Boseke telah memperkaya diri mereka dan mungkin juga suatu korporasi, dengan masing-masing mendapatkan Rp 17,9 miliar dan Rp 2,5 miliar. Ini bisa berbahaya bagi keuangan negara dan perekonomian kita," katanya.
"Katanya, dia tak pernah melihat proses pembayaran untuk kegiatan bermain golf tersebut. Dia menambahkan asumsinya bahwa Riki-lah yang melakukan pembayaran tersebut," ujarnya dengan gaya penulisan yang jelas dan informatif.
Hakim menatap saksi sebelum memulai pertanyaannya kembali, "Saya akan mengulangi pertanyaan saya. Anda dan Rudy Hendro ini sering bermain golf bersama, bukan hanya sekali, benar? Anda adalah saksi yang selalu hadir dalam kegiatan tersebut. Setiap kali Anda bermain golf dengan Rudy Hendro, Anda tidak pernah mengeluarkan uang sendiri, kecuali untuk tips caddy. Dan sepengetahuan Anda, darimana biaya bermain golf ini berasal? Siapa yang menanggung biaya tersebut? Karena tentu saja, tidak mungkin bermain golf ini gratis."
Dian, dengan nada percaya diri, menjawab, "Siap. Ya, kemungkinan itu datang dari Pak Riki."
Sebelumnya, tiga tersangka yaitu Max Ruland Boseke, Anjar Sulistiyono, dan William Widarta diduga telah melakukan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 20,4 miliar. Kasus korupsi tersebut berkaitan dengan pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas pada tahun 2014.
"Sejumlah perbuatan telah dilakukan atau disertai, yang seharusnya dianggap sebagai perbuatan yang berdiri sendiri dan sehingga menjadi beberapa kejahatan, secara ilegal," kata jaksa KPK Richard Marpaung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis.
"Perbuatan ini, yang berlangsung dari Maret 2013 hingga 2014, menurut jaksa, telah memberikan keuntungan bagi Max Ruland dan William sebesar Rp 2,5 miliar dan Rp 17,9 miliar," ujarnya.
"Peningkatan kekayaan pribadi atau orang lain, khususnya peningkatan kekayaan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar dan peningkatan kekayaan Terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2,5 miliar, dapat berdampak negatif pada keuangan negara atau perekonomian," ujarnya.