Beberapa daerah akhir-akhir ini sering mengalami kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk kontainer. Kejadian paling baru terjadi di persimpangan lalu lintas Slipi, Palmerah, Jakarta Barat, ketika truk ekpedisi yang dikemudikan oleh Ade Zakarsih (44) menabrak beberapa kendaraan pada Selasa, 26 November 2024, sekitar pukul 06.47 WIB.
Kecelakaan tragis ini mengakibatkan dua kematian. Pengendara motor berinisial A (33) tewas di tempat dengan kondisi luka parah, sementara pemotor berinisial AR (36) harus meregang nyawa di rumah sakit karena luka di kepala dan kaki. Sementara itu, tiga korban lainnya saat ini masih dalam perawatan intensif di RS Pelni Petamburan, Jakarta Pusat.
Dugaan sementara Ditlantas Polda Metro Jaya, kecelakaan yang melibatkan truk bernomor polisi B 9586 HI disebabkan oleh sopir yang diduga mengantuk hingga menerobos lampu merah. Namun, pemeriksaan menunjukkan bahwa rem truk tersebut berfungsi dengan baik saat peristiwa tersebut terjadi.
"Menyikapi kondisi tersebut, Hardiyanto Kenneth, seorang anggota DPRD Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, mendesak Pemerintah Provinsi Jakarta agar melalui Dinas Perhubungan kembali memberlakukan pengetatan jam kerja truk yang akan melintas dari luar Jakarta, sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2020 dan juga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," tambahnya.
Jalan Tol Dalam Kota dan Jalan Non-Tol Utama memiliki jam operasional yang diatur, dengan larangan operasional tercatat pada pagi hari pukul enam hingga sembilan dan sore hari pukul empat hingga delapan. Ditambah dengan peraturan lainnya seperti kelaikan kendaraan, muatan dan dimensi, keselamatan pengemudi dan penumpang, pengawasan dan penegakan, serta larangan penggunaan jalan.
Aturan ini ditujukan untuk truk yang memiliki lebih dari dua sumbu dan truk yang bertugas mengangkut barang berbahaya. Namun, truk yang mengangkut barang-barang kebutuhan pokok seperti sembako, bahan bakar, atau barang darurat dibolehkan untuk beroperasi di luar jam larangan.
"Peraturan tersebut diimplementasikan sebagai upaya untuk menanggulangi kemacetan, kerusakan jalan yang disebabkan oleh berat beban kendaraan, dan kecelakaan lalu lintas," kata Kenneth. Dia melanjutkan, "Kejadian kecelakaan di Slipi seharusnya bisa dijadikan pelajaran oleh Dishub, sehingga kontrol yang lebih ketat diperlukan di masa mendatang. Truk-truk berukuran besar seharusnya hanya diizinkan melintas dari pukul 22.00 WIB hingga pukul 05.00 WIB."
Bang Kent, seorang pria yang dikenal luas, meminta kepada Dishub Jakarta untuk memfokuskan pengawasan mereka pada truk yang melebihi dimensi dan kapasitas muatan (ODOL). Menurut ujarnya, ini adalah langkah penting dalam upaya meningkatkan keselamatan di jalan raya dan melindungi infrastruktur jalan.
"Dishub perlu melakukan operasi serentak di berbagai wilayah untuk memeriksa truk yang melanggar aturan, baik dari sisi administratif maupun teknis, dengan melibatkan UPPKB dan berbagai pemangku kepentingan lain. Dan untuk menangani isu truk ODOL, perlu adanya kerja sama lintas sektor seperti Kemenhub, Polri, dan Asosiasi Industri, demi menjaga keamanan dan kenyamanan pengguna jalan," ujarnya, Anggota Komisi C DPRD Jakarta. "Pemerintah Jakarta harus tegas dalam memberikan sanksi jika ditemukan pelanggaran, agar tidak ada lagi kejadian serupa di masa depan," tambahnya.
Ujarnya, selain itu, Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI ini meminta perusahaan jasa ekspedisi yang berlokasi di Jakarta untuk lebih memperhatikan keselamatan dan taat pada aturan operasional, seperti tidak melanggar jam operasional yang sudah ditetapkan, khususnya di wilayah dengan pembatasan waktu seperti Jakarta.
"Perusahaan jasa pengangkutan yang berlokasi di Jakarta harus dapat memastikan bahwa truk mereka siap dan aman untuk beroperasi. Mereka harus menghindari muatan berlebih dan menjaga kecepatan, khususnya di jalur menurun atau daerah rawan kecelakaan. Kondisi fisik sopir juga harus dalam keadaan prima dan diberikan petunjuk yang jelas tentang pentingnya beristirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan selama perjalanan, karena kelelahan pengemudi adalah faktor utama penyebab kecelakaan," tegas Kent.
Kent menyarankan, "Dinas Perhubungan harus memastikan sopir-sopir truk mendapatkan edukasi yang cukup tentang keselamatan di jalan raya, dengan bantuan dari perusahaan ekspedisi, asosiasi transportasi, dan komunitas."
Pemerintah, operator logistik, dan pengemudi perlu berkolaborasi dalam melaksanakan langkah-langkah ini demi menciptakan sistem transportasi yang lebih aman.
"Demi menekan angka kecelakaan, Pemprov harus kembali melakukan sosialisasi yang lebih jelas tentang keselamatan berkendara kepada pengemudi dan perusahaan jasa ekspedisi," tutupnya. "Mereka perlu memahami risiko hukum, kerugian material, dan potensi kecelakaan akibat kelalaian, serta pentingnya memiliki surat-surat yang sesuai dengan peruntukannya. Pencegahan dini perlu dilakukan untuk menghindari terulangnya kecelakaan truk yang berakibat fatal."