Menghadapi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, Helena Lim selaku terdakwa mengungkapkan bahwa sebelumnya ia memiliki rencana untuk membuka toko barang bermerek. Namun, rencana tersebut harus dibatalkan karena ia terlibat dalam kasus korupsi.
Dalam persidangan terhadap Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Helena Lim dihadirkan sebagai saksi dan menjelaskan hal tersebut. Hakim menanyakan perusahaan lain yang dimiliki oleh Helena selain money changer PT Quantum Skyline Exchange.
"Adakah perusahaan lain yang dimiliki oleh saudara?" tambahnya, Rianto Adam Pontoh sebagai ketua majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada suatu Kamis.
Helena menambahkan, "Ada, Yang Mulia," dalam percakapannya.
"PT Harmoni Langgeng Nusantara (PT HLN), perusahaan jual beli barang branded, adalah milik saya," tambahnya Helena dalam penjelasannya.
"Itu ada di area jual beli produk-produk branded, Yang Mulia," ungkap Helena dengan detail yang mudah dipahami.
"Bisakah Anda gambarkan kepada saya, seperti apa saja kejadian yang terjadi?" tambahnya, sambil menunjuk ke arah terdakwa.
Sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan, Helena menyebutkan, "Tas, jam tangan."
"Merek apa yang Anda pakai?" tambah hakim setelah mendengar penjelasan awal.
"Yang Mulia, Helena menambahkan bahwa ia memiliki Hermes, LV, dan Channel dalam jumlah yang banyak," seru salah satu pembantu istana.
Menurut Helena, dia telah menjual barang bermerk melalui jual beli online. Dia berencana untuk merambah bisnis offline dengan membuka toko fisiknya sendiri, namun rencananya itu batal karena dituduh terlibat dalam kasus korupsi timah.
"Apakah toko itu milik saudara sendiri?" tambahnya hakim, mencoba mendapatkan klarifikasi lebih lanjut.
"Rencana membuka toko kemarin harus tertunda karena kasus ini, Yang Mulia," katanya, Helena.
Dalam percakapannya, Helena juga mengungkapkan ketertarikannya menjadi broker di bidang properti, namun dia mengaku belum memahami tentang usaha pertambangan, tambahnya.
"Ada keterkaitan dengan pertambangan atau tidak?" tambahnya, hakim, mencoba mencari tahu lebih lanjut.
Helena menambahkan, "Tidak pernah, Yang Mulia, saya bersumpah saya tidak pernah."
"Anda paham mengenai dunia pertambangan, bukan?" tambah hakim.
"Saya tidak pernah tahu tentang tambang," tambah Helena, menegaskan pengetahuannya yang terbatas tentang topik tersebut.
Helena Lim, yang didakwa sebelumnya terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun. Jaksa mengklaim bahwa Helena telah menggunakan sarana money changer miliknya untuk menampung uang hasil korupsi yang diperoleh pengusaha Harvey Moeis.
Menurut informasi dari jaksa, Helena, selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE), telah menampung uang 'pengamanan' dari Harvey Moeis yang terkait dengan kegiatan kerja sama smelter swasta dan PT Timah Tbk. Jaksa mengungkapkan bahwa dana tersebut disalurkan sebagai dana CSR dan ditampung oleh Helena melalui PT QSE yang dicatat sebagai transaksi penukaran mata uang asing.
Menurut pernyataan yang diberikan oleh jaksa, Helena mendapatkan keuntungan sejumlah Rp 900 juta dari penukaran valuta asing di PT QSE. Dalam pernyataan itu, jaksa juga menambahkan bahwa uang tersebut telah diterima oleh Harvey via Helena, yang telah melakukan beberapa kali transfer selama periode 2018 hingga 2023.
"Kerugian keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau setidaknya jumlah tersebut telah terjadi, berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024," kata jaksa.
Helena dituduh oleh jaksa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan cara merahasiakan transaksi uang pengamanan dan mengakuinya sebagai dana CSR yang disalurkan oleh Harvey Moeis.
Helena Lim dituduh telah melanggar serangkaian hukum yang meliputi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor, juga Pasal 56 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 dan Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang berhubungan dengan Pasal 56 ke-1 KUHP.