Jaksa mengajukan pertanyaan kepada Helena Lim, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, tentang hasil penukaran valas yang dilakukan smelter swasta di money changer miliknya, PT Quantum Skyline Exchange. Jaksa merasa heran karena smelter swasta tersebut tidak pernah menerima hasil penukaran valas tersebut.
"Siapa yang memberi arahan kepada Helena Lim? Itulah yang ditanyakan oleh jaksa. Helena, dalam konteks sidang ini, memberikan keterangannya sebagai saksi untuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, yang sebelumnya memegang posisi sebagai Direktur Utama PT Timah Tbk selama periode dua ribu enam belas sampai dua ribu dua puluh satu."
Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, bertanya, "Dapatkah Anda menceritakan, alasan beberapa perusahaan ini melakukan tukar-menukar tapi mengapa hasilnya tidak kembali? Apakah memang demikian arahannya dan siapa yang memberikan arahan?"
Menurut penjelasan Helena, saat kantor dan rumahnya digeledah oleh penyidik Kejaksaan Agung RI, dia sedang tidak berada di Indonesia, melainkan di Amerika.
"Yang Mulia, izinkan saya menjelaskan. Saat saya sedang ditahan, sebelum saya dipulangkan, saya telah mengalami penggeledahan. Pada waktu tersebut, saya berada di Amerika dan kantor serta rumah saya telah digeledah oleh pihak Kejaksaan," kata Helena.
"Saat itu, saya tak tahu apa alasan penggeledahan tersebut," kata Helena, "Saya juga baru mengenal pemilik smelter swasta yang melakukan transfer ke money changer saya saat saya berada di tahanan."
"Saat itu saya merasa bingung dan tidak mengerti, kenapa saya harus diperiksa dan barang-barang saya digeledah. Saya benar-benar tidak mengenal orang yang disebut-sebut memiliki hubungan transfer dengan saya," katanya.
Dia mengakui bahwa pada waktu itu, dia hanya mengenal Harvey Moeis dan mengira bahwa smelter swasta yang bertransaksi dengan money changer miliknya adalah kepunyaan Harvey.
"Ketika berada di sesi berita acara pemeriksaan dan ditanya tentang beberapa PT, saya hanya mengetahui terdakwa pada kasus ini, Pak Harvey. Sehingga, saya menganggap bahwa transaksi itu adalah transaksi dari Pak Harvey. Oleh karena itu, dalam berita acara pemeriksaan, saya mengungkapkan bahwa saya tidak mengetahui, saya berpikir bahwa PT tersebut adalah PT milik Pak Harvey," ucap Helena.
"Jaksa mengungkapkan bahwa Helena Lim, yang sebelumnya dituduh terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan timah senilai Rp 300 triliun, telah menggunakan money changer miliknya untuk menyimpan uang korupsi yang diperoleh Harvey Moeis," ujarnya.
Jaksa mengatakan bahwa Helena, pemilik PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE), telah menerima uang 'pengamanan' dari Harvey Moeis terkait kerjasama smelter swasta dengan PT Timah Tbk. Uang tersebut disamarkan sebagai dana CSR senilai USD 30 juta atau Rp 420 miliar dan ditampung oleh Helena melalui PT QSE, yang kemudian dicatat sebagai transaksi valuta asing. Meskipun Helena adalah pemilik PT QSE, namanya tidak tercantum dalam akta pendirian perusahaan money changer tersebut.
"Jaksa menyampaikan bahwa Helena mendapatkan keuntungan sekitar Rp 900 juta yang diperoleh melalui penukaran valuta asing di PT QSE dan uang tersebut telah diterima oleh Harvey dalam beberapa kali transfer antara tahun 2018 hingga 2023," katanya.
Jaksa menambahkan, "Berdasarkan audit, kerugian keuangan negara akibat dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk dari tahun 2015 hingga 2022, setidaknya mencapai Rp 300.003.263.938.131,14, seperti yang tertera dalam Laporan Hasil Audit dengan nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024."
Jaksa menuduh Helena melakukan pencucian uang atau TPPU dengan mengelabui orang banyak bahwa transaksi yang terkait dengan uang pengamanan adalah dana CSR dari Harvey Moeis.
Terdakwa, Helena Lim, diduga telah melanggar beberapa pasal hukum. Pasal-pasal tersebut mencakup Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 dari UU Tipikor, juga Pasal 3 dan Pasal 4 dari UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, serta juncto Pasal 56 ayat (1) ke-1 KUHP.