Perjuangan Thomas Trikasih Lembong, yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, melawan status tersangka yang dipasang padanya, telah mencapai titik akhir. Putusan hakim telah menolak gugatan praperadilan yang diajukan olehnya.
Kejaksaan Agung telah menetapkan mantan Menteri Perdagangan sebagai tersangka dalam kasus impor gula tahun 2015-2016, namun Tom, tidak tinggal diam dan melawan status tersebut dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Hakim Tumpanuli Marbun hari ini telah membacakan putusan terhadap gugatan yang diajukan oleh Tom, dan menolak semua tuntutan yang diajukan oleh Tom Lembong," katanya.
"Ini adalah sebuah iklan yang informatif dan menarik yang pasti akan menarik perhatian Anda," katanya dengan penuh semangat.
"Untuk melanjutkan ke konten berikutnya, silakan geser halaman ini ke bawah," katanya memberikan instruksi.
"Permohonan praperadilan Pemohon ditolak," ujar hakim tunggal Tumpanuli Marbun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada hari Selasa.
"Proses penyidikan terhadap Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula tetap berlanjut, hakim menyatakan bahwa Kejagung telah bekerja sesuai prosedur," katanya. "Hakim juga menolak eksepsi yang diajukan Kejagung," tambahnya.
"Ini adalah petitum yang diajukan oleh Tom dan sayangnya, telah ditolak oleh hakim," katanya.
"Dalam Provisi," katanya, "kita harus selalu berhati-hati dan memperhatikan setiap detail untuk memastikan bahwa semua ketentuan telah dipenuhi dengan benar."
Dalam konteks hukum, pemeriksaan permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum pemeriksaan pokok perkara dapat dilanjutkan.
Mengenai pokok perkara yang sedang kita bicarakan, katanya, kita harus menjelaskan secara mendalam dan komprehensif.
Pengadilan sepakat untuk mengabulkan sepenuhnya permohonan yang diajukan oleh pemohon. 2. Pengadilan menyatakan dan menegaskan bahwa penetapan status tersangka yang dikeluarkan oleh termohon terhadap pemohon berdasarkan surat penetapan dari Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dengan nomor: TAP-60/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 29 Oktober 2024 adalah tidak sah dan tidak mengikat dalam hukum. 3. Pengadilan juga menyatakan dan menetapkan bahwa tindakan penahanan yang dilakukan oleh termohon terhadap pemohon berdasarkan surat perintah penahanan dari Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus No. PRIN-50/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 29 Oktober 2024 adalah tidak sah dan tidak mengikat dalam hukum. 4. Pengadilan menetapkan dan memerintahkan kepada termohon untuk segera melepaskan pemohon, Thomas Trikasih Lembong, dari tahanan segera setelah keputusan ini diumumkan.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dalam kapasitasnya sebagai hakim tunggal, menegaskan bahwa praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong ditolak. Dengan demikian, status Tom sebagai tersangka masih berlaku. Hakim menjelaskan bahwa Kejaksaan Agung telah menetapkan status tersangka berdasarkan lebih dari dua bukti.
"Dalam sidang praperadilan, Hakim awalnya menjelaskan bukti-bukti dokumen yang diberikan oleh Kejagung. Hakim berpendapat bahwa Kejagung telah menunjukkan bahwa penetapan status tersangka untuk Tom Lembong dilakukan setelah mengumpulkan alat bukti, termasuk keterangan dari 29 saksi dan tiga ahli, serta penyitaan barang bukti selama proses penyidikan," kata Hakim.
"Termohon telah sukses dalam mengumpulkan minimal dua jenis alat bukti yang meliputi keterangan saksi, bukti surat, keterangan ahli dan petunjuk. Namun, menentukan tingkat kebenaran materiil dari bukti-bukti tersebut bukanlah wewenang lembaga praperadilan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya," ujar Hakim Tumpanuli Marbun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Maka dari itu, berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim praperadilan memandang bahwa termohon telah memenuhi bukti permulaan dan bahkan didukung oleh dua alat bukti yang sah terhadap tersangka," tambahnya.
Dalam penetapan tersangka, keterangan saksi dan alat bukti yang digunakan penyidik hanya dapat dinilai kebenarannya saat pemeriksaan pokok perkara di Pengadilan Tipikor, demikian dinyatakan oleh hakim. Selain itu, hakim menyatakan bahwa Tom Lembong telah diperiksa sebagai saksi sebelum akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap, silahkan lanjutkan membaca di halaman berikutnya.
Tom Lembong, yang merupakan tersangka dalam kasus impor gula, menghadapi dakwaan korupsi oleh Kejaksaan Agung, menurut laporan Halaman12Selanjutnya.
Hakim tidak setuju dengan pandangan ahli dari pihak Tom Lembong bahwa harus ada hasil audit kerugian negara dari BPK untuk menetapkan tersangka kasus korupsi. Selain itu, hakim juga merincikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berisi tentang perhitungan kerugian negara.
"Hakim menjelaskan, bukti formal berupa perhitungan kerugian negara yang final atau pasti oleh lembaga tertentu tidak diperlukan dalam perhitungan kerugian negara. Cukup adanya kerugian negara yang nyata atau terjadi actual loss yang dapat dihitung. Perhitungan tersebut tidak akan menjadi pasti sampai diuji oleh majelis hakim pokok perkara. Jadi, perhitungan oleh ahli hanya menjadi dasar pembuktian di sidang pengadilan sampai majelis hakim memutuskan besarnya kerugian negara tersebut. Dalam hal-hal tertentu, perhitungan kerugian negara tersebut dapat berubah berdasarkan bukti-bukti di persidangan," katanya.
"Ini adalah sebuah iklan yang dirancang untuk memberikan informasi kepada Anda tentang produk dan layanan terbaru kami," katanya dengan penuh semangat dalam presentasinya.
Untuk melanjutkan dengan konten yang ada, silahkan anda scroll.
"Hakim memberikan pernyataan bahwa penahanan Tom Lembong telah berjalan sesuai prosedur hukum, sebab ancaman hukumannya bisa lebih dari lima tahun penjara," katanya, dan menambahkan bahwa pemeriksaan terhadap Menteri Perdagangan yang juga bernama Tom akan diserahkan kepada Kejagung, karena merupakan wilayah kewenangan penyidik.
Hakim menolak permohonan praperadilan Tom berdasarkan dasar hukum yang ada, sehingga proses penyidikan atas kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan Tom Lembong sebagai tersangka menjadi sah dan dapat dilanjutkan.
"Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon ditolak," ujar hakim tunggal Tumpanuli Marbun.
Tom Lembong, dalam permohonannya, telah mengklarifikasi bahwa ia telah mengundurkan diri dari posisi Menteri Perdagangan sejak 27 Juli 2016. Oleh karena itu, katanya, Menteri Perdagangan yang menjabat sebelum dan sesudahnya juga harus ikut diperiksa dalam kasus tersebut.
"Pemohon, yang telah diambil sumpah dan bertugas sebagai Mendag sejak 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016, berpendapat bahwa Rachmat Gobel, Mendag sebelum dirinya yang menjabat dari 27 Oktober 2014 sampai 12 Agustus 2015, serta Enggartiasto Lukita yang menjabat tahun 2016 sampai 2019, Agus Suparmanto dari tahun 2019 sampai 2020, Muhammad Lutfi dari tahun 2020 sampai 2022, dan Zulkifli Hasan dari tahun 2022 sampai 2024, semuanya harus diinterogasi," ujar hakim saat membaca permohonan dari Tom Lembong.
Dengan segera, hakim menilai bahwa alasan yang diberikan berada di luar materi praperadilan dan memutuskan untuk menyerahkan proses pemeriksaan ke Kejagung.
"Alasan tersebut dianggap berada di luar materi praperadilan dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Termohon sebagai penyidik," ujarnya, menurut penilaian hakim praperadilan.
"Tidak ada kesimpulan yang dapat diambil oleh hakim praperadilan mengenai apakah permasalahan yang dihadapi oleh Pemohon merupakan bentuk kriminalisasi atau politisasi," ujarnya.
Hakim tidak bersatu pendapat dengan pendapat pakar dari pihak Tom Lembongyang yang menyatakan bahwa hasil audit kerugian negara dari BPK harus ada untuk menetapkan tersangka korupsi, katanya. Dia juga menjelaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur perhitungan kerugian negara itu, tambahnya.
"Tidak ada kewajiban untuk menyertakan bukti formal berupa perhitungan kerugian negara yang final atau pasti oleh lembaga tertentu dalam perhitungan kerugian negara," kata hakim, "Cukuplah jika ada indikasi kerugian negara yang dapat diukur atau terjadi kerugian riil yang dapat dihitung. Perhitungan seperti ini tidak akan menjadi kepastian sampai diuji oleh majelis hakim pokok perkara. Oleh karena itu, perhitungan oleh ahli hanya berfungsi sebagai dasar pembuktian di sidang pengadilan sampai majelis hakim menentukan jumlah kerugian negara tersebut. Dalam beberapa kasus, perhitungan kerugian negara tersebut dapat berubah berdasarkan bukti-bukti yang diajukan di persidangan."
"Ini adalah iklan," katanya sambil menunjuk ke layar, "jangan sampai kamu terkecoh oleh produk yang tidak sesuai dengan klaimnya."
Untuk melanjutkan membaca konten, silakan geser layar Anda ke bawah.
Sesuai aturan, hakim mengungkapkan bahwa penahanan Tom Lembong, yang terjerat pasal dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara, telah dilakukan. Hakim juga mempercayakan masalah pemeriksaan terhadap Menteri Perdagangan setelah Tom kepada Kejaksaan Agung, sebab merupakan kewenangan penyidik, katanya.
Hakim telah menolak praperadilan yang diajukan oleh Tom berdasarkan sejumlah alasan, sehingga penyidikan kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan Tom Lembong sebagai tersangka dapat dilanjutkan dan dianggap sah.
"Permohonan praperadilan Pemohon ditolak," ujar hakim tunggal Tumpanuli Marbun.
Tom Lembong, dalam permohonannya, mengklarifikasi bahwa ia sudah tidak menjabat sebagai Menteri Perdagangan sejak 27 Juli 2016. Sehingga, kata Tom Lembong, Menteri Perdagangan yang menjabat sebelum dan sesudahnya juga harus ikut diperiksa dalam kasus tersebut.
"Tom Lembong, yang dilantik dan menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) mulai 12 Agustus 2015 sampai 27 Juli 2016, menegaskan bahwa Rachmat Gobel, Mendag sebelum masa jabatannya, yang menjabat dari 27 Oktober 2014 hingga 12 Agustus 2015, serta Mendag sesudahnya yaitu Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, Muhammad Lutfi, dan Zulkifli Hasan juga perlu diperiksa," kutipan dari pernyataan hakim saat membacakan permohonan Tom Lembong.
"Alasan tersebut dianggap luar dari materi praperadilan oleh hakim, dan proses pemeriksaan selanjutnya ditugaskan ke Kejagung," katanya.
"Alasan yang disampaikan di luar materi praperadilan, dan sepenuhnya diserahkan pada Termohon sebagai penyidik, menurut penilaian hakim praperadilan," katanya.
"Tidak mampu untuk memastikan apakah kasus yang dihadapi Pemohon merupakan bentuk kriminalisasi atau politisasi, itulah yang disampaikan oleh hakim praperadilan," ungkapnya.